Dunia Pengetahuan - Kesempatan ini adalah kesempatan yang sangat tepat untuk saya berbagi tentang kisah dan cerita-cerita pendek khususnya buat kamu yang mengalami jatuh cinta dan bahkan sedang berpacaran. Cerpen adalah suatu cerita pendek yang pernah dialami seseorang dan memiliki kesan yang unik sehingga seseorang tersebut tertarik untuk menulis cerita tersebut, dan yang menceritakan tersebut biasa disebut dengan penulis. Berikut adalah 6 cerpen cinta yang saya kutip dari cerpenmu.com
=============================================
Cerpen Karangan: Wanda Safia
Souce : http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/sahabat-bisa-jadi-cinta.html
Hai nama aku Dita. Aku kenalin sahabat aku nih, Echa, Pita, Meme dan Evan. Kita sudah temenan dari kelas 1 SD sampai sekarang SMA kelas 2. Kita selalu sekolah di tempat yang sama, mungkin IQ kita sama kali ya?
O iya gue punya orang yang gue sukain satu di antara mereka, yaitu Evan. Anaknya itu cool, cuek, pintar dan tinggi. Aku tertarik dengan kepribadiannya yang cuek dan pendiem. Dia dapat menarik perhatian cewek dengan sifatnya itu. SAAIIIDDD…!!!
Oh, BTW.. Aku suka sama dia itu dari kelas 1 SMP. Tapi aku nggak berani ngomong. Soalnya aku takut ditolak Evan. Terus persahabatan kita jadi hancur dan hilang satu per satu.
Suatu hari saat aku lagi sendiri di rumah, entah saat aku baru bangun tidur siang, kok rumah aku jadi sepi. Ya udah aku mandi dan siap siap, nggak tau tujuan gue mau keluar itu kemana? Aku SMS saja teman-teman aku. Tapi apa yang terjadi? Mereka semua nggak ada yang balas, OMG…!!! Tapi ada satu SMS terakhir, aku kirain dari operator atau sms “mama minta pulsa” atau apa gitu, ternyata bukan! Itu dari Evan my bebeb muach-muach (kaya’ gitu sich yang dikatain teman-teman aku waktu ketemu atau ngapain sama orang yang mereka suka. Jadi aku cuman ikut-ikutan.) Aku nggak nyangka…
“Lagi nganggur nggak?”
“Nggak, knp?” Balas dia,
“Keluar yuk!!!? Cari pemandangan gitu atau ngapain kek!?” Dengan memberanikan diri aku ngajak dia keluar,
“Ya udah, ama anak anak nggak?”
“Nggak, cuman kita doang!!! Anak-anak aku sms nggak ada yang bales.”
“O, ya udah…”
“YES” Ucap aku dalam hati. Karena sudah bisa ngajak Evan keluar cuma berduaan. Soalnya, kita nggak pernah keluar sendiri-sendiri kaya’ gini, kecuali ada acara. Entah kenapa menurutku hari ini nggak kaya’ biasanya anak-anak ngilang dengan misterius dan orangtuaku ngilang. Udah deh aku nggak mikirin.
Akhirnya Evan datang juga. Setelah aku nunggu dia selam 15 menit. Dia datang dengan memakai kemeja kotak-kotak hijau gelap, dengan lengan dicincing selengan. Dia ganteng banget…!!! sampai mata ini tak bisa diajak kompromi untuk diajak berkedip. Lalu…
“Hey kenapa kamu ngeliatin aku kaya’ gitu? Ayo berangkat! Nanti keburu malem lo..!”
“I… iya, ayo berangkat!!!” Jawab aku dengan terbata-bata karena kaget,
“Emang kita mau kemana sich?” Tanya’ Evan,
“Gimana kalo ke taman kota? Asyik tuh klao malem minggu kan? Pasti disana rame dan meriah!!?”
“Ya udah ayo!! Apa sich yang nggak buat sahabat aku!?” Sambil ngusek-ngusek rambut aku. Jadi malu deh aku digituin.
Sampai sana kita langsung nemuin lautan pedagang dan manusia yang sedang menikmati indahnya malam minggu.
“Eh, itu jajan kesukaan kita semua kan? Rambut nenek?” (tapi bukan rambut nenek yang beneran lo ya..!!!) spontan aku seplos kaya’ gitu. Soalnya jajanan kaya’ gitu sudah langka di pasaran. Lestarikan jajanan tradisional ya friend!
“Iya, beli yuk!” jawab Evan gembira,
“Ayo!!”
Kita pun tenggelam dalam susana malam minggu yang romantis ini. Aku nggak nyangka akan terjadi kejadian kaya’ gini.
“duch…. aku capek nih!! Jalan terus, udah ya kita berhenti disini?!” Ajak Evan. Kita pun berhenti di sebuah kursi taman yang sepi dari keramaian.
“Iya, aku juga capek! Tapi asyik kan?” jawab aku,
“Iya, jadi keinget masa lalu waktu kita semua disini..” kenang Evan pada masa lalu kecilan kita semua, saat keluarga kita piknik bersama.
“Iya..” jawab aku,
Sekejap kita diam dalam suara malam. Entah apa yang ada di pikiran Evan saat diam seperti ini. Seperti sedang ada yang di pikirkan. Pasti itu penting! Aku jadi berdebar-debar. Aku sudah nggak tahan lagi nahan rasa ini ke dia.
“Eh.!” Kita mengucapkan dengan bersama-sama,
“Mau ngomong apa?” saut aku,
“Nggak, kamu dulu aja!” jawab Evan mengalah,
“Nggak kamu aja, aku nggak begitu penting kok!”
“Emmmm…. a..a..aku sayang banget sama kamu!!!!” Sahut Evan dengan terbata-bata. jantungku langsung berdegup kencang, karena nggak nyangka dengan apa yang dikatakan Evan barusan.
“HAAH? Kamu beneran bilang gitu? Ini bukan mimpi indahku yang biasa aku alamin tiap malam kan?” jawabku tak menyangka
“Beneran Dit! Aku suka sama kamu itu dari kelas 1 SMP. Aku takut ngungkapin ini ke kamu. Aku takut kalo nanti kamu nolak aku dan persahabatan kita jadi hancur dan hilang satu persatu. Aku nggak mau kita berpisah karena hal yang sepele dan karena individu. Kamu mau kan dan nerima aku jadi pacar aku kan?” jelas Evan panjang lebar,
“Aku juga sama kaya’ kamu. Aku nggak mau kita berpisah karena hal ini. Aku juga udah lama memendam ras ini ke kamu”
Kita pun berpelukan. Hmmm…. lega akhirnya bisa ngungkapin perasaan yang udah lama mengganjal di hati.
Tiba-tiba suara yang hening berubah total menjadi suasana yang indah dan terang. Seruan genbira datang dari belakang menghampiri kita. Ternyata semua ini telah direncanain oleh mereka termasuk Evan. Hmmm…. semuanya senag kita bisa jadian. Ternyata mereka semua sudah tau dari Evan, karena Evan suak curhat ke mereka.
Malam yang indah. Itulah hal yang tak pernah diungkapkan dapat terwujud. Karena orang yang kita angggap tak peduli dengan kita ternyata menyimpan hal yang sama.
Tamat
Cerpen Karangan: Wanda Safia
Facebook: Wanda Safia
=============================================
Cerpen Karangan: Rizki Maulana
Source : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-romantis/hot-bread-factory.html
Ku terus berjalan menelusuri dinginnya udara malam. Cardigan yang saat ini aku gunakan kurasa kurang bisa menutupi udara dingin malam ini. Tak lupa juga kugunakan penutup kepala berbentuk minion untuk mungkin bisa menghangatkan sedikit tubuhku. Sesekali kuadukan kedua tanganku untuk mengurangi udara dingin yang terasa sangat menusuk kulit. Tujuanku saat ini adalah ‘Hot Bread Factory’ sebuah toko roti yang akhir-akhir sering ku kunjungi. Tentu kalian tahu apa yang akan saya lakukan di toko roti, yang pasti aku akan membeli roti. Tapi selain tujuan utamaku membeli roti ada tujuan lain yang aku lakukan dengan mengunjungi toko roti tersebut. Kalian pasti sedang menebak-nebak apa yang aku lakukan ke toko roti selain akan memberi roti. Menumpang gratis Wi-Fi? Tidak mungkin aku harus menerobos kejamnya suasana dingin hanya untuk menumpang internetan. Sekedar ingin jalan-jalan? Tidak mungkin aku hanya sekedar jalan-jalan malam ini, bukankah aku sudah bilang sejak awal bahwa aku akhir-akhir ini sering mengunjungi toko roti tersebut.
“Selamat datang di Hot Bread Factory” sapa seorang pelayan dengan ramah.
Tanpa kusadari sekarang aku telah berada di toko roti ini. Mungkin aku terlalu asik menceritakan kunjunganku malam ini. Apa kalian masih menebak-nebak tujuan lain aku kesini? Baiklah aku akan memberi tahu kalian apa tujuan lainku datang ke toko ini. Tapi kalian harus berjanji tidak akan memberi tahu ini ke siapapun. Ingat ya, setelah aku memberi tahu ini kalian tidak akan memberi tahukan siapapun. Tujuan lain aku datang kesini yaitu… aku jadi malu menceritakannya. Maaf aku telah mengulur waktu, baiklah aku akan beri tahu. Tujuan lain aku datang kesini adalah hmm… karena aku secara ‘tidak sengaja’ jatuh cinta pada seorang pria yang bekerja di tempat ini. Tolong garis bawahi kata tidak sengaja yang tadi aku ucapkan. Memang aku jatuh cinta pada pelayan tersebut secara tidak sengaja. Aku mungkin tidak akan menceritakan mengapa aku bisa ‘tidak sengaja’ jatuh cinta pada pria tersebut. Apa? Kalian ingin dengar ceritaku? Tapi kurasa aku tidak bisa menceritakannya. Kalian sungguh ingin dengar? Baiklah aku akan menceritakannya jika kalian memaksa.
Kejadian ini terjadi beberapa hari yang lalu. Sebenarnya aku juga tidak menyangka akan bertemu dengannya saat itu. Udara dingin tengah mencoba merasuki pakaian hangat yang aku gunakan saat itu, mungkin bukan hanya pakaianku tetapi pakaian orang yang sama denganku juga tidak lepas dari kejaran udara dingin. Sekarang aku tengah menunggu bus yang menuju daerah tempat tinggalku datang. Sudah hampir setengah jam aku menunggu di tengah dinginnya udara malam ini. Mungkin jika aku menunggu satu jam lagi aku yakin bahwa tubuhku tidak bisa dikenali sebagai manusia, melainkan sebagai patung es karena tubuhku telah beku dinginnya udara malam ini. Sesekali aku elus perutku karena merasakan cacing-cacing di perutku tengah berontak ingin segera diberi makan. Kulangkahkan kakiku mencari tempat yang menjual makanan di dekat halte ini. Kucium wangi roti matang yang membuat cacing-cacing di perutku berontak lebih parah. Ku langkahkan kakiku mengikuti wangi roti tersebut. Sampailah aku di sebuah toko roti di pinggir kota. Terlihat dari luar suasana di dalam toko roti tersebut sangat ramai. Segera kubuka pintu toko tersebut namun sebelum aku menyentuh gagang pintu tersebut sebuah tangan mendahului tanganku membuka pintu tersebut. Kuangkat kepalaku hanya untuk sekedar melihat wajah dari pemilik tangan itu, pemilik tangan itu tersenyum dengan sangat lebar. Kemudian ia berkata “Selamat datang di Hot Bread Factory”. Ku anggukkan kepala untuk mengisyaratkan aku berterima kasih padanya.
Jajaran roti yang tersusun rapih di etalase tempat roti berjajar kulihat dengan senyum mengembang. Bagaikan melihat Oscar di tengah gurun pasir. Berjalan menuju etalase tersebut dengan langkah perlahan. Bagaikan semua gerakan yang aku lakukan bergerak dengan gerak lambat. Tiba-tiba dari sisi sebelah kanan seorang pria yang berjalan dengan terburu-buru. Tanpa memperhatikan keadaan toko yang sedang ramai pria itu terus menerobos jalan. Saat dia melewati depanku kaki pria tersebut tersangkut dengan kakinya sendiri. Tentu kalian bisa dibayangkan seluruh makanan dan kopi yang dibawa pria tersebut jatuh tepat di depan tubuhku. Tubuhku yang tersenggol ikut oleng dan sekarang tubuhku jatuh dengan rasa panas di tanganku. Kuangkat kepalaku untuk melihat pria pelaku tersebut, saat kuangkat kepalaku pria tersebut sudah tidak ada lagi depanku. Sekarang ia telah pergi menuju pintu keluar toko roti ini.
Sebuah tangan kekar menyangga tubuhku dari belakang, segera tangan kekar itu membangunkanku. Kutengokan kepala ke belakang dan kulihat ternyata pemilik tangan itu sama dengan pemilik tangan yang tadi ku lihat saat membuka pintu toko roti ini. Dengan muka cemas pemilik tangan itu, -mungkin aku akan memanggilnya pelayan saja agar tidak susah menceritakannya- dengan muka cemas pelayan itu memandang tanganku yang kini tengah memerah karena terkena cairan panas dari kopi yang tadi dijatuhkan oleh pria sialan yang tidak bertanggung jawab itu.
Dituntun aku menuju ruang yang tertulis di depannya terdapat tulisan ‘Ruang Karyawan’. Dengan cekatan ia membukakan pintu dan mendorongku agar duduk. Mengambil kotak P3K dengan hati-hati ia mengolesi salep ke tanganku. Mukaku bingung karena aku diperlakukan seperti ini olehnya. Seperti menangkap raut wajahku pelayan itu segera berkata “Aku tidak bermaksud lain, aku hanya ingin mengobati tanganmu yang terkena kopi itu” tidak lupa sekaligus memasang senyuman andalannya. Dengan canggung aku pun segera berterima kasih padanya. Setelah mengobati tanganku ia memulai dengan berkenalan denganku dan awal perkenalan ku dengannya itu membuat kami terbawa suasana. Dan semenjak pertemuan itu aku jadi merasa bahwa aku ‘tidak sengaja’ jatuh cinta padanya.
Cukup ya ceritaku, aku jadi malu menceritakannya pada kalian. Nah itu awal aku jatuh cinta padanya, ingat ya jangan menceritakan ini pada siapapun. Aku rasa aku sudah terlalu banyak bercerita pada kalian. Maaf ya karena ceritaku terlalu panjang hehehe.. Sekarang aku mengantri membeli roti dulu ya, setelah itu pasti kalian tau kan apa yang akan aku lakukan selanjutnya.
Cerpen Karangan: Rizki Maulana
Blog: rimaula98.blogspot.com
=============================================
Cerpen Karangan: Rifky Adina Irawan
Souce : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-romantis/sebungkus-permen.html
Matahari bersinar dari ufuk timur. Burung-burung terbang tinggi menimbulkan kebisingan yang menenangkan. Embun menempakan diri di atas dedaunan. Sinar matahari memaksa masuk melalui celah-celah tak tertutup. Seorang perempuan belia sedang bersiap-siap memulai harinya yang menurutnya membosankan. Selalu seperti biasa. Tanpa kejutan.
Perempuan itu berjalan dengan tenang sambil menikmati perjalanannya, dengan sekali-kali melihat sekelilingnya. Tiba-tiba lelaki berbaju yang sama dengannya menghampirinya dengan tergesa-gesa setengah berlari.
“Andira!” teriak lelaki yang bernama Sama dari belakang.
Andira menolehkan kepalanya ke belakang, mencari seseorang yang memanggilnya dan yang ditemukannya seorang pria yang tengah berlari ke arahnya.
“Hai, selamat pagi” balasnya tak lupa dengan senyumannya.
Sama meronggah sakunya, mencari sesuatu. Andira hanya menatap pria itu tak paham.
“Ini buatmu” Ia menarik tangan kanan Andira dan memberinya sebuah permen rasa strawberry sambil sedikit tertawa.
“Hahaha, kamu memang masih kanak-kanak” ucapnya tanpa beban sambil mengacak halus rambut kepala Andira.
“Untuk apa?”
“Senyumanmu..”
Pria itu tak tahu. Bahwa Andira terdiam, tidak bergeming sedikitpun. Ia terdiam merasa ada sesuatu yang mengganjal disana. Jantungnya terasa lebih cepat dari biasanya. Pria itu menghalangi sinar matahari pagi di belakangnya. Andira melihat Sama seperti matahari pagi yang terbit, sangat menyilaukan. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia mendapatkan kejutan yang luar biasa, Sama.
Setiap pagi dengan jam dan latar yang sama mereka selalu bertemu. Andira memutuskan untuk bangun lebih pagi dari pagi-pagi sebelumnya. Hanya untuk bertemu dengannya dan mungkin sebungkus permen lagi yang akan menjadi koleksinya. Bukan koleksi mungkin lebih tepatnya simpanan kenangan hatinya, eh
Aneh memang, tetapi lelaki itu juga selalu menyempatkan diri membeli permen rasa strawberry yang menjadi kesukaan perempuan istimewanya, Andira. Hanya melihat senyumannya saja ia merasa cukup. Tanpa maupun dengan mereka sadari benih-benih cinta melekat pada perasaan masing-masing dan mereka menolak untuk mengatakannya. Membiarkan kata teman menjadi status yang pantas disandang. Setiap hari mereka selalu menunggu hari esok dengan tidak sabar. Karena pagi, yang akan menyatukan mereka.
Entah sejak kapan pagi menjadi kesukaan keduanya tanpa diketahui satu sama lain. Sambil menunggu dengan tidak sabar. Perasaan itu, perasaan yang aneh yang membuat mereka merasa kecanduan dan selalu ingin bertemu. Tetapi tak membuat keduanya risih bahkan mereka menerimanya dengan lapang hati. Menjadikan pagi sebagai pertemuan keharusan. Keharusan yang membuat mereka candu, candu yang menyenangkan. Hanya untuk mendapat 1 fakta yang lazim. Salah satu dari mereka masih dapat merasakan hirup oksigen di tempat yang sama, fakta yang menyenangkan. Untuk tau pasangan hidupmu masih menunggumu untuk hari ini dan merasakan helaan nafasnya di sekitarmu. Dengan Pagi yang sama yang selalu berulang-ulang. Sebuah senyuman dan sebungkus permen.
Andira melihat kesana-kemari. Kiri-Kanan. Depan-Belakang. Mencari seseorang yang bahkan batang hidungnya tidak terlihat sejak tadi. Seseorang yang memenuhi hatinya, Sama. Dari ujung kanan jalan terlihat seorang pengendara motor melaju lesat melalui genangan di sekitar Andira yang membuat cipratan air itu mengenai baju putih abu-abu miliknya.
Sepasang mata dari belakang Andira yang melihat kejadian tersebut berlari ke arahnya sambil melepas jaketnya. Memindahkan jaket yang semula membalut tubuhnya, membalut tubuh Andira. Andira yang tak menyadari kehadiran Sama membuatnya kaget mendapat perlakuan tersebut. Ditolehkan kepalanya ke belakang dan ia menemui sepasang manik mata yang menawan tersirat kekhawatiran yang mendalam.
“Kau tak apa-apa?”
“Aku baik-baik saja. Terimakasih” ucapnya sambil mengokohkan tubuhnya semula dan tentu dengan pertolongan Sama.
“Baiklah minum saja ini dulu.” disodorkannya botol minuman yang berisikan air putih hangat miliknya ke arah Andira.
“Tidak, terimakasih”
“Kau harus minum atau ku tinggal?”
“Ya, ya.. kemarikan”
Gulp… gulp.. glup…
“Terimakasih, Sama”
“ah ya, Selamat pagi, Sama” lanjut Andira buru-buru sambil tersenyum.
“Selamat pagi juga, Andira”
Entah kenapa kata Selamat Pagi tak pernah absen sekalipun dari mulut keduanya, menjadi kata sakral yang wajib di katakan setiap paginya. Seperti suatu keharusan. Membuat mereka berpikir ulang bahwa hidup tak semembosankan seperti dulu. Karena ada suatu pagi dengan seseorang yang menunggumu dengan sebuah kata yang menunjukkan bahwa seseorang itu masih membuka mata dengan manik terindah.
Setelah mengatakan kata sakral bagi keduanya, Sama dengan mudahnya meninggalkan Andira yang tetap berada di tempat menunggu sebuah permen pagi ini untuknya.
“Hey, ayo cepat! masih mau tetap di situ?” teriaknya ketika menatap Andira yang terpaku. Perempuan itu tetap tidak bergeming. Terdiam sambil menatapnya dari kejauhan.
“Tenang saja. Permenmu ada di jaketku” ucap Sama ringan seolah-olah mengerti apa yang di pikirkan sedari tadi oleh Andira.
Sontak Andira yang mendengar perkataan Sama kembali tersadar dan semburat merah merona di pipinya mulai menyebar.
“Siapa yang menunggu permen darimu!” elaknya.
“Dasar payah!”
Sama tidak mempedulikan perkataan omong kosong Andira karena ia tau apa yang dipikirkan Andira. Mungkin karena pikirannya juga sama, Diam-diam di balik punggung Sama, Andira tersenyum simpul atas kejadian kecil tadi sambil memegang erat jaket Sama yang membalut tubuhnya yang mungil kecil.
Andira buru-buru mengambil sebuah toples berisikan permen-permen pemberian Sama yang sengaja ia simpan di atas meja belajarnya, dengan beralasan untuk lebih semangat belajar. Ia tak pernah sedikitpun mencoba mencicipi permen dengan rasa kesukaannya, apalagi untuk keluarganya sekalipun. Ia tak akan rela memberinya. Kemarin ia sudah mengumpulkan 23 permen dan 1 permen untuk hari ini jumlah sekarang 24 permen yang terkumpul. Tanggal bertemunya mereka. 24 Maret 2008, Tanggal yang istimewa untuknya. Memang terlihat sederhana, tetapi jika itu menyakut pautnya dengan Sama. Hal sekecil semut pun akan menjadi besar. Mungkin menjadi tanggal istimewa juga untuk Sama, entahlah Andira tidak mengerti perasaan Sama padanya. Perasaan yang sama dengan apa yang dialami Andira atau hanya teman belaka. Terkadang membuat perutnya mual memikirkannya, ingin mengeluarkan apa yang ia maksud. Tapi tak pantas untuk dikatakan oleh seorang perempuan. Ya, biarkan waktu yang menjawab dan memberikannya bukti yang nyata, tanpa berayun-ayun.
Untuk pertama kalinya Andira tidak menyukai pagi ini. Menjadi pagi yang buruk, bahkan sangat buruk, yang membuatnya ingin memblacklist pagi ini dari daftar paginya. Bagaimana tidak? Lelaki itu berjalan tenang dengan sesekali diiringi canda tawa lepas oleh kedua. Keduanya? ya, Sama berjalan dengan seorang perempuan yang cantik. Sangat cantik menurutnya. Andira melihat mereka dengan tatapan pilu, nafas tercekat sesak, memegang dadanya yang sakit dengan goresan maya beribu-ribu jarum tajam menusuk tepat di ulu hatinya. Mereka bahkan tak melihat Andira. Tidak sedikitpun. Mereka tertawa bahagia bersama. Mungkin perempuan cantik bak bangsawan itu pacar Sama? Ironis. Bulir-bulir hangat terjatuh dengan bebas dari pelupuk matanya tanpa aba-aba sekalipun. Ia mengusapnya sambil berlari menutupi mulutnya -agar suara tangisannya tak terdengar- meninggalkan tempat perkara. Hari itu akan menjadi hari terakhirnya mereka bertemu. Bertemu dengan cara yang sedikit berbeda, dengan merasakan sakit tanpa ingin mendengar penjelasan lebih. Ia merasa sebagai perempuan yang tak tau diri menyukai seorang lelaki tampan yang telah mempunyai kekasih yang lebih layak darinya. Cukup sampai disini, jika lebih akan membuatnya menderita. Tidak akan lagi. Sejak pagi itu, Andira berangkat lebih cepat dari sebelumnya. Menghindari Sama yang menyakitinya tanpa perasaan bersalah. Hingga mereka lulus pun salah satu dari mereka tetap mempertahankan ego masing-masing, tak bertemu, walau membuat mereka tersiksa perlahan. Tanpa Andira ketahui Sama tetap menunggu dan membawa permen untuk Andira di tempat yang sama, tanpa pernah sekalipun absen menunggu walaupun ia tau bahwa Andira tak akan sudi menemuinya dan lain halnya dengan Andira yang memutuskan hanya untuk menyimpan 24 permen tidak untuk 25 permen selanjutnya.
2 Tahun kemudian
Seorang perempuan belia berambut ikal semi panjang melangkahkan kakinya menuju sekolah yang dulu membawa kenangan berarti padanya. Perempuan itu sudah berbeda. Ia mulai beranjak dewasa. Semakin cantik, dengan kulit putih bersinar miliknya dan mata bulat hitam pekatnya. Ia melihat sekitar tempat kenangannya dulu. Tempat bertemu dan berakhirnya kejadian itu. Ia menyadarkan tubuhnya di atas bangku yang baru beberapa bulan terakhir terletak di antara pepohonan. Ia menutup matanya, menerima terpaan hembusan udara yang melewatinya. Membuat helain-helain rambutnya terbang menyentuh wajahnya yang manis. Yang membuat pemandangan ini terlihat tidak manusiawi, tetapi terlalu berharga untuk dilewatkan.
Di lain sisi seorang lelaki berambut tipis pendek arah acuan matanya hanya terpaku pada seorang gadis yang tengah duduk terdiam sambil matanya. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkan helaan pelan beratnya sambil berjalan menuju gadis yang ditunggunya belakangan ini.
“Hai, lama tidak berjumpa.” Ucapnya berat.
Andira membuka mata perlahan, ia mengetahui betul siapa pemilik suara tersebut. Cepat atau lambat ia harus bertemu dengannya, oksigen kesehariannya.
“Hai, apa kabarmu?”
“Baik. Bagaimana denganmu?”
“Tidak pernah sebaik ini.”
Tak ada suara sedikitpun. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Tercipta kesunyian mengisi sepasang cucu Adam dan Hawa ini.
“Bagaimana keadaan pacarmu?” tanya Andira memutuskan menyelesaikan kesunyian.
“Pacar?” tanya Sama balik dengan bingung.
“Ya, pacarmu.”
“Aku tak pernah punya pacar sekalipun. Aku hanya melihat seorang perempuan. Perempuan yang tersenyum setiap paginya.”
“Aku hanya menatapmu..” Sambungnya dengan gamblang.
Andira yang menatapnya sendu, kini berganti menatap dengan tatapan tak percaya. Ia menutup mulutnya, bulir-bulir bening hangat turun bersamaan dengan perasaan lega dan bahagianya. Dipeluk eratnya Sama, tanpa mau kehilangan sekali lagi.
“Kuanggap kau juga menyukaiku” canda Sama disela-sela tangisan Andira.
“Hey! momennya lagi bagus, kau merusaknya. Dasar payah!” rajuk Andira.
“Tapi, aku memang menyukaimu.” sambungnya sambil membuang muka menghadap ke samping kanannya menyembunyikan rona merah di pipinya.
“Aku tak mendengar apapun. Kau bilang apa?”
Lagi-lagi lelaki itu menggodanya, Andira menatapnya sengit. Ia mulai memeluk Sama lagi sambil menutup mukanya.
“Aku menyukaimu, lelaki payah!” teriaknya dalam pelukan hangat Sama.
“Ya aku tau, aku juga menyukaimu sebanyak itu.” Bisiknya di telinga Andira yang membuat erangan geli.
Mereka melangkahkan kaki bersama sambil menautkan tangan berharap saling menghangatkan dan tak kan hilang lagi. Mereka akan menempuh hidup mereka yang baru, sebagai sepasang kekasih.
2 tahun yang lalu,
Sama berlari buru-buru mengejar waktu ingin segera sampai untuk menemui perempuan yang mempunyai pusat rotasi hidupnya. Tetapi di arah berlawanan seorang perempuan yang cantik tapi tetap saja tak kalah cantik dari Andira terjatuh yang membuat lututnya terluka. Hanya goresan. Sebagai lelaki, Sama dengan sigap memapah perempuan itu berdiri.
“Terimakasih” ucapnya. Yang hanya disuguhi senyuman tipis dan anggukan Sama.
“Siapa namamu?” tanya perempuan itu.
“Sama, Sama leotnal. Kau?”
“Sarah Amira. Kau mengambil kelas apa?”
“Kebahasaan.”
“Betulkah? aku juga mengambil kebahasaan. Tapi, aku baru bertemu denganmu sekarang.”
“Kebahasaan kelas 2.”
“Ah, pantas!” kekehnya kecil.
Mata Sama tertuju pada balik punggung Andira, Sama tau milik siapa punggung itu. Sama berlari mencarinya, tetapi Andira hilang di antara kerumunan orang-orang berjalan.
Hari ini Sama tak melihat sedikitpun batang hidung gadisnya. Ia bertanya-tanya, tetapi ia tetap berpikir mungkin ia dapat menemui gadis itu besok. Tetapi apa yang didapatkannya tetap nihil. Perempuan itu tetap tak ada di situ, terasa hampa. Sama tetap menunggu perempuan itu hingga perpisahan pun ia tetap menyempatkan menunggu disana berharap gadis itu datang. Hingga Tuhan pun mempertemukan mereka kembali.
Cerpen Karangan: Rifky Adina Irawan
Blog: Bungadina30@wordpress.com
=============================================
Cerpen Karangan: Resti Indriani
Source : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-romantis/senja-terakhir-4.html
Rasanya pengen kabur aja kalau lagi ada kelas matematika begini. Jujur saja aku, iya dengan segala kapasitas otak ku, paling gak bisa tuh dengan urusan mata pelajaran yang satu ini. Aku juga gak tahu gitu apa yang buat ku keki dengan mata pelajaran ini, belum lagi gurunya yang gak kalah nyebelinnya. Hufttt dari dulu mata pelajaran yang aku gak sukai cuma ini nih. Lebih milih bahasa inggris deh, kalau sudah begini, alasan kebelet pipis akan jadi jurus andalan buat ngehindarin mata pelajaran satu ini.
Tanpa buang waktu lagi. Aku secepat kilat memotong bu fadha yang sedang menerangkan rumus pythagoras yang gak kalah rese nya dengan rumus-rumus lain. “iya rasti” celetuk ibu fada melihat ku mengagkat tangan, bu fada sedikit menaikan kacamatanya yang melorot. “maaf bu saya permisi ke belakang” ujar ku hati-hati. Dinda teman sebangku ku sedikit menyenggol lengan ku pelan. “alasan” bisiknya pelan, sambil terkekeh. Aku mendelik protes.
“ok” celetuk bu fada akhirnya. Aku menghela nafas lega kemudian melangkah ke luar kelas. Menoleh ke arah dinda yang tengah tersenyum jahil ke arah ku. Huh! Menyebalkan.
Kantin. Yup! Dari pada jenuh nunggu jam bu fada di toilet mending ke kantin aja. Hal ini bukan pertama aku lakukan. Melainkan sering (jangan ditiru adegan ini ya kikiki). Tapi gak tahu kenapa bu fada gak pernah hafal dengan alasan dan ketengilan ku meninggalkan jam nya sebelum usai. Dan sampai hari ini aku belum mendapatkan surat panggilan orangtua. Karena kemangkiran ku meninggalkan kelas berlangsung. Huhfttt gak jarang sih aku ketemu gitu pas di koridor sekolah sama guru piket. Terus mulai deh aku pakai jurus alasan sakit perut makannya mau ke uks. Atau apalah.
Seorang cowok tengah duduk di pojok kantin sekolah pada saat pelajaran berlangsung. Cowok yang asing di mata ku, dengan headset yang menempel di kedua telinganya. Tapi pertanyaan sekarang adalah kenapa dia bisa di kantin? Pas jam pelajaran berlangsung? Apa dia bolos juga kaya gue? Pikir ku.
Aku melangkah ragu memasuki kantin. Dia sedikit menoleh ke arah ku, hanya sedikit. “mba rasty bolos lagi yah?” celetuk mbak sum si pemilik kantin. Aku nyengir kuda. Menarik bangku no 2 dari belakang, gak jauh dari si cowok itu duduk bahkan aku bisa melihat punggungnya dengan jelas. “mba biasa ya” seru ku lagi ke mbak sum yang sudah melankah masuk ke dapur kantinnya. Membolak balikan majalah yang ada di depan ku. Mbak sum mengiyakan pesanan ku dari dalam dapur kantinnya.
Gak lama pesanan ku datang. 1 mangkok bakso tanpa bihun dan segelas jus jeruk. Uhh gak sabar melahap bakso buatan bak sum. Mbak sum meletakan mangok bakso dan jus itu di meja ku. “makasih mba” seru ku. Belum sempat melahap bulatan bakso di depan ku, mendadak segerombolan kakak-kakak tingkat ku yang terkenal rese di sekolah, menghampiri cowok kece yang gak ku ketahui namanya ini. Firasat ku gak enak nih. Khawatir dengan cowok itu, aku takut kak bian ketua geng rese di sekolah melakukan hal yang gak baik ke cowok itu. Dan benar saja, kak bian menarik kerah cowok itu, sementara teman-teman kak bian yang lain memegangi tangan cowok itu kuat. Aku berdiri bingung entah apa yang membuat kak bian segitu marahnya dengan cowok kece itu. Mbak sum keluar dari dapur nya dengan wajah gak kalah panik dengan ku. Anehnya cowok itu sama sekali gak melawan. Wajahnya terlihat tenang, seperti malaikat. Sampai akhirnya kak bian yang hendak meninju wajah cowok itu, aku yang panik spontan berlari menghadang kak bian. Tinjuan itu telak mengenai pipi cuby ku. Dan semua mendadak gelap. Sekilas aku mendengar teriakan mbak sum yang panik. Dan gelap gelap..
Perlahan aku membuka mata ku. Berat. Dinding langit uks sekolah yang mulai kusam. Melihat sekeliling. Ku lihat ada dinda teman sebangku. Ia gak sendiri. Cowok yang tadi aku lihat di kantin duduk bersandar di ujung sofa uks. Menunduk lesu. Aku mencoba bangun. “ras, lo gak boleh banyak gerak dulu” seru dinda membuat cowok itu mendongak kaget. Aku memegangi pipi cuby ku yang lembam. “gua gak papa kok” ujar ku lesu.
“gimana bisa gak papa” celetuk cowok itu yang sekarang berdiri tepat di samping dinda. Dinda melangkah mundur dan perlahan meninggalkan ku dan cowok itu. Suasana mendadak hening. Aku memegang kepala ku yang sedikit agak pening. Mungkin karena aku pingsan terlalu lama. Sebenarnya aku juga gak tahu kenapa tadi pas di kantin aku spontan berlari menghadang pukulan kak bian. Entahlah mungkin karena aku terlalu panik.
Aneh rasanya berdua di ruangan dengan seseorang yang bahkan sama sekali gak kita kenal. Sakilas aku melirik badge seragam. Penasaran saja dengan namanya. Tertulis “arya saputra” di takenamenya. Nama yang indah.
“sori, harusnya gak gue biarin bian nonjok lo tadi” celetuknya memecah keheningan. Aku mengangguk mengerti. “lagian lo ngapain sih pake ngehadang dia tadi, itu kan bahayain lo banget” lanjutnya masih dengan suara serak-serak basahnya, semakin menambah keseksiannya sebagai seorang pria. Ade ray kalah deh (kikiki). Aku terdiam, gak langsung menjawab pertanyaan itu, sejujurnya aku juga bingung kenapa aku senekat tadi. Entalah.
“ok, fine. Lo istirahat aja. Gua cuma bilang maaf…”
“gak perlu minta maaf, ini bukan salah lo kok” potong ku cepat, aku nyengir. Ia tersenyum manis sekali.Aku berharap waktu berhenti sejenak, ahh agaknya hati ku yang sudah lama ku tutup rapat untuk makhluk tuhan bernama cowok sedikit terbuka. Tepatnya aku jatuh hati pada arya. Seseorang yang baru saja aku kenal, dan konyolnya kau kini terbaring lemah karena menolongnya.
Seseorang membuka pintu uks membuyar kan semuanya. Memberitahu kalau arya dipanggil kepala sekolah akibat insiden tadi siang di kantin. Satu hal yang membuat ku gak akan lupa kejadian di uks siang itu. Sebelum membuka pintu uks, arya tersenyum sangat manis. Dan menyebutkan namanya. Saat aku hendak menyebutkan nama ku ia memotong. “rasty”. Aku tersenyum malu (najonggg)
Banyak hal yang akhirnya aku ketahui setidaknya tentang arya dan keajadian kemarin siang benar-benar menjadi jawabannya. Arya seorang anak baru kelas 2 b ips. Pindahan dari bandung, pantes gak pernah lihat dia di sekolah sebelumnya. Sepupu kak bian yang gak lain adalah mantan arya yang ngakunya tersakiti dengan arya. Kak bian kalap denger adik sepupu nya disakitin sama cowok yang ternyata anak baru di sekolahnya. Langsung deh, main labrak gak jelas. Gak ada yang tahu kenapa arya pindah dari bandung dan memilih ngekos di jakarta. Aku tahu itu pun bukan dari mulut arya langsung melainkan dari dinda yang gak sengaja dengar percakapan kak bian dan arya di depan ruang uks. “miris” celetuk ku saat dinda mengakhiri cerita akan arya. “ihh tahu gak sih lo” pekik dinda mendadak histeris. Aku mengerutkan alis bingung.
“kemaren pas dia nungguin lo di uks, muka kecenya itu loh keliatan panik banget” seru dinda girang. Aku geleng-geleng prihatin.
“trus” ujar ku cuek membuat dinda manyun.
“ihh lo gak asik ah, itu kan tandanya dia peduli sama lo ras. Ehh tapi kenapa coba lo kemaren nolongin dia” cerocos dinda. Aku mengangkat bahu.
“gua juga gak tau dinda sayang” seloroh ku, bangkit dari duduk melangkah pergi. Dinda mengikuti dari belakang. Kak bian mendadak menarik tangan ku “apa-apaan nih?” protesku mencoba mengelak cegkaraman kak bian. “ikut gua aja dulu ntar lo bakal tau” sewotnya. Dinda panik mencoba menolong. Tapi gagal cengkraman kak bian lebih kuat. Aku mencoba memberi isyarat pada dinda bahwa semua kan baik-baik saja “ini pasti ada hubungannya dengan kejadian di kantin kemarin siang” batin ku.
Sampai di gudang. Kak bian gak sendiri, teman-temannya yang kemarin ikut melabrak arya itu tengah berdiri berbaris di belakang gudang. Mirip serigala yang kelaparan dan siap memakan mangsa nya. Aku bergidik ngeri. “kalau lo gak pengen kenapa-kenapa. Mending gak usah sok ikut campur urusan gua sama arya” kecam kak bian dengan nada tinggi. Aku sekuat tenaga menahan untuk gak menangis disini. Berharap dalam hati. Siapa pun tolong aku sekarang. Sangat gak mungkin melawan mereka semua seandainya mereka menghajar ku beramai-ramai. Kak bian maju satu langkah mendekati ku. Menggerakkan tangannya dengan cepat hendak menampar wajah ku, spontan mata ku terpejam. Pasrah dengan apa yang sekarang terjadi. “gak puas apa lo uda nonjok dia kemaren?” celetuk seseorang sambil menahan tangan kak bian. Aku melek. Ohh god kulihat arya bersama dinda di belakangnya berdiri gak jauh dari ku. Entah dari kapan mereka datang. Arya menarik tangan ku menjauh dari kak bian ke arah dinda. Menyuruh kami pergi. Belum selangkah kami berjalan pergi. Mendadak bogem mentah mendarat di pipi arya. Seketika arya tersungkur ke lantai dengan ujung bibirnya berlumuran darah. “ini hadiah buat lo yang udah nyakitin adek sepupu gua” kecam kak bian memberi bogem mentah lagi ke arya. “gua gak pernah nyakitin siapapun. Kalau lo pikir dengan lo mukul gua gua bakal bikin balik lagi sama sinta. Lo salah. Dipukul sampe mampus pun gua gak akan pernah bikin gua berubah pikiran buat gak lagi sama sepupu lo tersayang itu.” teriak arya lantang. Kak bian maju menendang kaki arya berkali kali. Menghujat panjang pendek. Aku mendekap mulut ku kuat-kuat agar gak berteriak. Beberapa siswa yang gak sengaja melihat kejadian itu pun berlari melerai. Menghalangi kak bian yang membabi buta. Aku membimbing arya berdiri. Dibantu dinda.
“lo gak gak papa?” tanya ku cemas. Arya gak langusng menjawab, ia menyunggingkan senyum termanisnya lagi “sori, lo nyaris kenapa-kenapa lagi karena gua” bisik arya pelan mengusap ujung bibirnya yang berdarah dengan ibu jarinya pelan. Aku melotot protes “i’am fine arya” celetuk ku lagi arya nyengir. Gak lama guru bp pun datang. Suasana belakang gudang riuh.
Kak bian and the gang resmi dikeluarkan dari sekolah, sementara arya diskorsing selama 3 hari. Dan aku harus terbaring di ranjang izin sekolah. Sang mama ku tercinta panik berat pas tahu pipi cuby ku yang sedikit lebab. Alhasil aku dilarang masuk sekolah dengan alasan takut aku kenapa-kenapa lagi dan lebih parahnya mama menelpon ke pihak sekolah mengomel gak jelas akibat insiden yang menimpa ku. Aku cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kepanikannya yang gak biasa itu.
Pikiran ku melayang jauh keluar jendela kamar ku. Banyak pertanyaan di kepala ku yang aku sendiri gak tahu jawaban nya. Jauh di lubuk hati ku, aku sangat mengkhawatirkan keadaan arya, lebih-lebih kemarin kau meninggalkannya di uks saat dia sedang terbaring lemah. Arggghhh… Aku mengacak-acak rambut ku kalut. Ku sambar sweater abu-abu ku di atas ranjang. Mengenakannya cepat. Ku putuskan untuk keluar jalan-jalan sebentar. Lagian yang sakit bukan kaki ku, aku masih kuat jalan sendiri. Mama saja terlalu lebay. Maklum mama cuma punya aku setelah adik perempuan ku dulu meninggal akibat kanker otak yang dialaminya dari kecil. Makannya sekarang mama agak over protektif dengan ku. Aku menlangkah pelan keluar kamar. Mama menghadang ku tepat saat aku melewati ruang tengah. “ma, rasty bosen di kamar. Rasty cuma mau cari angin di taman deket rumah. Janji gak bakal lama” ujar ku menatap mama setengah memohon. Mama menghela nafas panjang. “ok, tapi ditemenin bibi” mama membuat penawaran. Aku mengigit bibir bingung. “ok deal” celetukku akhirnya setelah seperdetik berpikir. Mama tersenyum puas. Dasar mama!
Aku duduk di bangku panjang taman dekat rumah sementara bibi asyik menelpon seseorang yang gak ku ketahui. Sesekali bibi cekikian gak jelas mirip abg lagi telponan dengan sang pacar baru. Aku mengeleng-geleng heran ngelihat tingkah bibi. Udara menjelang senja terasa begitu sejuk meyentuh kulit ku. Hari ini suasana taman agak berbeda dari biasanya. Sepi. Senyap. Padahal biasanya taman ini digunkan untuk anak-anak muda di kompleks rumah ku nongkrong. Tapi gak dengan hari ini. Entalah apa karena hari ini bukan hari libur. Ini bagus buat ku. Aku memang gak suka dengan suasana ramai, riuh berisik.
Aku memejam kan mata ku. Menghirup udara senja dalam-dalam, merentangkan tangan ku. Aku gak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi sang mama mengizinkan ku keluar menjelang malam seperi ini. Yah meskipun harus ditemani si bibi. Tapi cukup lah. “rasty” seseorang memanggil ku. Suara itu… Suara itu gak asing di telinga ku. Cepat-cepat ku buka mata ku. “dinda” ujar ku mengenali sosok cewek beradan gumpal di depan ku. “hei” sapanya riang. “coba tebak gua bawa siapa?” celetuknya kemudian. Aku mengangkat bahu spontan. Kemudian seseorang muncul dari belakang. Menyapa ku. “rasty” sapanya. Aku menelan ludah. Mengucek mata ku. Seolah gak percaya dengan penglihatan ku. “arya” ujar ku akhirnya setelah sepersekian detik melogo. Dia terlihat tampan, mungkin akan selalu terlihat tampan di mata ku. Ketampanannya susah diungkapkan kata-kata. Mungkin tokoh edward dalam novel twilight karangan stepheny meyer pun terkalah kan (lebay) oleh sosok arya.
“ras, si arya mau ngomong sama lo katanya, ummm gua tinggal dulu ya biar kalian enak ngobrolnya” ucap dinda hati-hati lalu nyengir ke arah ku gak jelas. Mungkin sifat dinda yang satu ini yang paling kusukai darinya. Dia selalu mengharagai privasi ku. Lamat-lamat melangkah pergi bersama bibi menuju rumah ku yang memang gak jauh dari taman. Lagi-lagi situasi seperti ini. Berdua dengan arya, membuat jantungku serasa bergemuruh, seperti bom atum yang siap meledak. Arya duduk di samping ku. Aku spontan menggeser posisi duduk. Arya menghela nafas panjang, menoleh ke arah ku tersenyum manis. Aku selalu suka senyum itu. Suka dan akan selalu menyukai senyum itu. “indah ya?” celetuknya memecah keheningan senja kala itu di taman. Mata arya menerawang jauh. Aku mengangguk menyetujui omongannya barusan. “mungkin ini terakhir kalinya gua menikmati senja di jakarta sama orang yang gua sayang” ujarnya kemudian. Spontan aku menoleh ke arahnya. Ia balas menoleh, menatap mata ku. Aku gak mungkin salah dengar kan barusan. Senja terakhir sama orang yang dia sayang.
Tangan arya perlahan meraih tangan ku. Menggenggamnya erat. Degh!!. “gua harus balik lagi ras ke bandung” mengusap wajahnya yang kebas. Menghela nafas. Hening sejenak. “kenapa?” cicit ku. Arya mengenggam tangan ku lebih erat lagi. “shinta, elo tahu kalau kepindahan gua ke jakarta karena dia ras, gua udah capek dengan sikap dia. Eh disini malah gua ketemu sepupunya. Gua bukan ngehindar dari dia atau gua bukan takut ras. Gua cuma butuh waktu buat sendiri. Sekarang setelah gua udah nemuin lo. Nemuin kebahagian gua. Nyokap minta gua pulang. Gua gak pengen ninggalin lo sebenernya” tutur arya nyaris tanpa koma. Menenggelamkan kepalanya. Menunduk. Ingin sekali aku menyentuh pundak itu. Ingin sekali aku mendekapnya. Tapi aku tak kuasa. Aku bahkan tak mampu menggerakkan badanku. Diam mematung. “arya, jakarta – bandung kan gak jauh, elo bisa kok nemuin gua tiap waktu lo bisa” celetuk ku berusaha terlihat tegar, hingga tanpa ku sadari butiran bening itu jatuh membasahi pipi cuby ku. Aku mengusap air mata ku cepat. Sungguh tak pernah terbayangkan oleh ku harus berpisah dengan orang yang bahkann kita cintai dalam waktu sesingkat ini. Ibarat bunga yang siap untuk mekar harus layu dalam sekejap. Arya menoleh ke arah ku, kemudian dengan cepat ia mengacak-acak rambut ku. Aku manyun. Ia tertawa lebar. Menghapus sisa air mata di pipi ku dengan ibu jari. “gua janji princess, gua bakal sering-sering ke jakarta buat nemuin lo” bisiknya kemudian memeluk ku erat. Dari arah belakang dinda dan bibi meledek kami. Sial ternyata dari tadi mereka menguping. Dasar!
Sekian
Cerpen Karangan: Resti Indriani
Facebook: Resti Indriani
=============================================
5. Cup Cake
Cerpen Karangan: Rauufy Hamdennirieza
Source : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-romantis/cup-cake.html
“Tiittt… tiiittt… tiiittt….” Suara jam weker membangunkanku.
Ku raih dan ku matikan, ku lihat sebuah Cup cake dengan krim strawberry favoritku terletak tepat di sebelahnya. Sepucuk surat bersandar di bungkusnya. Ku buka dan ku baca.
Good morning Princess Cup cake
Aku tersenyum melihatnya dan aku tau siapa pengirimnya.
“Ma… Tadi Denis kemari yah?” Teriakku.
“Ya tadi pagi-pagi sekali dia datang dan menitipkan Cup cake favorit mu.” Jawab suara dari luar ruangan kamarku.
Siang ini aku berjanji akan jalan dengannya, ini hari jadi kami yang ke 2 tahun 4 bulan tepatnya. Ku angkat tubuh pemalas ini dan ku bawa untuk membersihkan diri.
Setelah selesai, masih dengan menggunakan handuk dan rambut panjangku yang masih basah. Ku ambil dan ku nikmati Cup cake pertamaku hari ini.
“hemmm enak sekali…!!” ucapku girang.
Jam menunjukkan pukul 11.. Suara klakson sepeda motor terdengar dari depan gerbang rumahku.
“Ma… aku pergi dulu yah…” teriakku.
“Hati-hati…” jawabnya parau.
Denis mengajakku berjalan-jalan ke beberapa tempat, namun seperti biasa tanpa perlu ku katakan dia membawaku ke sebuah toko kue berlambangkan Cup cake. Tempat yang paling ku suka.
“Den, aku mau yang ini..” pinta ku menunjuk ke sebuah cup cake rasa coklat krim strawberry.
Lelaki itu tersenyum melihatku, dia begitu senang memandangiku setiap kali aku bersamanya ke toko kue langgananku ini. Sejak aku kecil ayahku sering sekali mengajakku ke tempat ini, selain kuenya yang begitu enak tempat ini memiliki suasana yang begitu nyaman dan indah dipandang. Tempat yang klasik namun begitu elegan.
Namun yang membuatku suka tempat ini adalah cup cakenya yang terkenal begitu manis dan menggoda. Terbukti tentunya, begitu banyak pelanggan yang datang kemari hanya demi mencicipi cup cake yang begitu terkenal di daerah ini.
Dengan senyuman yang menawan, lelaki itu mengambil kue pesananku dan menyuruh ku menunggu sebentar. Dia selalu setia menemaniku ke tempat ini, seminggu mungkin bisa berkali-kali.
Denis, dia kekasihku. Tak ku sangka sudah 2 tahun 4 bulan sejak kami pertama kali bergandengan tangan. Masih ingat aku hari dimana dia mengungkapkan cintanya padaku, dengan 8 buah cup cake yang bertuliskan I LOVE YOU.
Sungguh romantis dan begitu manis, andai bisa ku simpan semua cup cake itu pasti sudah menjadi pajangan utama di kamarku.
Handphone ku berbunyi, ada yang menelpon ku. Ku rogoh tas gandeng ku dan ku ambil segera berharap ada yang penting sehingga mengganggu waktu ku bersama kekasihku.
Aku terpaku saat ku menatap nama yang tertera disana. “Arifah” nama itu yang muncul di layar handphone ku, tragedi itu mulai nampak kembali, kupikir setelah sekian lama kami tak pernah bertemu, semuanya akan berlalu dengan mudah. Namun sepertinya akan kembali sulit bagiku melupakan persahabatan kami di masa lalu. Aku masih saja terdiam hingga handphoneku berbunyi untuk kedua kalinya. Saat itu pikiranku melayang jauh, menyusuri waktu itu.
Hari itu, hujan rintik-rintik membasahi segalanya di sekitarku, aku berlari untuk menemui Denis dan Arifah yang telah lama menunggu ku di toko kue langgananku ini, karena takut mereka terlalu lama menunggu. Ku susuri jalan menuju tampat itu. Tapi, kakiku terlalu berat melangkah lagi hingga tak pernah sekalipun aku sampai kesana.
Aku melihatnya. Ku lihat segalanya terlalu indah untuk mengganggu kebersamaan di antara mereka. Sejak saat itu ku sadari semua, tatapan yang tak pernah bisa aku temukan saat aku menatap Arifah sebelumnya.
Saat itu aku dan Denis hanya teman biasa, begitu juga dengan Arifah. Namun aku tak tau bahwa Arifah memiliki rasa yang sama dengan ku. Sejak awal aku sudah menduga, pertemanan dua orang perempuan dan seorang lelaki akan membuahkan cinta segitiga. Dimana, bila dua hati bersatu, akan ada satu hati yang terluka.
Sejak dia tau Denis lebih memilihku, Arifah tak mau lagi menemuiku, dia mengatakan aku ini sahabat yang keterlaluan. Teman makan teman, begitu lebih tepatnya. Aku pun terjebak dalam dilema yang biasanya ku baca dalam cerita-cerita. Tak ku sangka aku benar-benar akan mengalaminya.
Arifah atau Denis? Cinta atau sahabat? Karma atau luka? Pilihan-pilihan itu menghantui fikiran ku. Namun Denis lebih dahulu mengutarakan isi hatinya padaku dan saat itu ku pilih pilihan ku. Sejak hari itu, berakhirlah persahabatan kami.
Aku tersentak, setelah ketiga kalinya handphone ku berbunyi dan masih menampilkan nama yang sama. Segera ku reject telponnya dengan wajah yang menunjukkan kebingungan.
“ada apa dia menelpon ku?” tanyaku dalam hati.
Tak ku sangka lebih 2 tahun dia masih menyimpan nomorku. Padahal kami tak pernah berhubungan sejak dilema itu.
“Siti, ayo pergi..” ajak Denis.
“Siti…” panggilnya sekali lagi.
“Eh…eee… iya ayo..” jawabku yang baru tersadar dari lamunanku.
Segera aku menggandeng dan memeluk lengan pangeranku, dia tersenyum melihat tingkah manjaku dan kami pun berjalan keluar menuju pintu.
Sebelum pulang ke rumah, dari tempat ini biasanya kami akan pergi ke taman bunga dimana tempat Denis menembakku. Dia suka mengenang saat-saat itu, saat paling bahagia dalam hidupku.
Di dekat air mancur, Denis mengajakku duduk di kursi panjang berwarna putih. Dia membuka bungkusan coklat dan mengambil sebuah cup cake berwarna pink dari dalamnya. Dengan sangat romantisnya perlahan ia menyuapiku, aku pun tak sungkan langsung melahap dan menikmati makanan favoritku itu dengan sedikit perilaku manja.
Terkenang masa-masa indah bersamanya, setiap suapan mengandung jutaan makna yang diutarakan dalam satu kata “Cinta”. Dengan lembut dan romantisnya ia membersihkan krim cake yang belepotan di bibir ku.
Seketika itu dia menatapku, matanya berkaca. Bibirnya merekahkan sebuah senyuman tulus yang membuatku bahagia.
“Siti aku mencintaimu..” ujarnya
Hatiku terasa lebih manis dari ratusan cup cake yang pernah ku cicipi. Wanita mana yang tidak melayang hatinya diperlakukan seromantis ini? Sungguh tiap gadis ingin lelaki seperti dirinya.
Aku masih terdiam memandanginya yang membersihkan krim di bibirku, sungguh dalam tatapannya. Seakan dia memaksa ku masuk dan merasakan cinta yang ia miliki.
“Aku ingin, setiap hari bisa menyuapimu sebuah cup cake yang kau sukai..” ujarnya lagi.
Tanpa sadar mata ku terasa sempit untuk menatapnya, air mata menghalangi pandangan ku. Haru dan bahagia bersatu di dada, sungguh beruntung aku mendapatkan kekasih sepertinya. Setelah, membersihkan krim di bibirku kini ia menepiskan butiran yang mengalir di pipiku.
“Den, aku ingin kamu selalu ada… mengusap setiap air mata ini..” sahut ku.
“Pasti… Aku pasti melakukan itu..” jawabnya dengan senyuman.
Dia memelukku erat, air mata ku kini membasahi kemejanya yang rapi. Beberapa kali ia menciumi rambut ku, seolah mengatakan “aku sayang padamu”.
Suasana bahagia itu terusik oleh sebuah bunyi handphone dari tas ku. Seketika Denis melepaskan pelukannya dan memintaku menjawab telpon itu. Ku raih tas ku dan ku ambil benda pengganggu itu.
“Arifah” lagi-lagi dia, kenapa dia mengangguku di saat-saat indah seperti ini, selama dua tahun dia tak menghubungiku sekarang dia mengganggu kemesraanku dengan kekasih ku. Lagi-lagi ku reject telpon itu namun kali ini dengan wajah yang cukup kesal.
Denis hanya diam, dengan dua tangannya yang saling menggenggam. Menatap bungkus Cup cake yang tadi dia belikan untukku.
“Dari siapa?” tanyanya tiba-tiba.
“bu.. bukan dari siapa-siapa..” jawabku.
“kalau penting angkat aja dong.” Ujarnya dengan senyum mempesona.
“iya, tapi memang gak penting kok.”
Langit mulai mendung, gemuruh mulai terdengar, angin pun tak mau kalah menunjukkan aksinya. Denis segera menggandeng tanganku dan menarikku pergi, aku sedikit berlari mengejarnya. Mata ku tertuju pada genggaman tangannya yang begitu dingin, seakan aku tak ingin melepasnya untuk selamanya.
Di sepeda motornya ku peluk erat tubuhnya dan ku hirup jelas aroma tubuhnya. Membuatku nyaman dan tenggelam di dalam kenikmatan. Angin mengibarkan rambutku, rintik-rintik hujan mulai jatuh.
Akhirnya kami sampai di depan rumahku, Denis membuka kaca helmnya dan tersenyum manis padaku. Segera aku turun dan berdiri di sampingnya.
Denis memintaku mendekatkan wajahku ke helmnya. Lalu tiba-tiba dia menyentuh keningku dengan kecupan lembut dari bibirnya. Seketika pipiku memerah dan senyumku merekah, wajahku tersipu malu. Dia menatapku, tertawa kecil, lalu….
“Dah, Sampai jumpa… princess cup cake” katanya.
“Daahh…” teriakku girang melambaikan tangan.
Sungguh aku ingin menghabiskan waktu ku lebih lama dengannya, tapi masih ada hari esok.. fikirku. Hari ini entah mengapa terasa begitu istimewa dari pada hari-hari sebelumnya. Kebahagiaan yang tiada tara membuatku tak bisa berhenti tersenyum puas.
Perlahan sosoknya mulai menghilang dari pandanganku, hujan mulai deras dan aku mulai berbalik memalingkan diri dari arah Denis pergi. Ku bawa kaki ku melangkah menuju pintu… tiba-tiba…
“Arifah!!!” ucapku.
Aku masih terheran-heran kenapa dia menelponku berulang kali, padahal selama ini kami tak pernah lagi berkomunikasi. Berdiri di depan pintu, ku cari handphone ku di dalam tas ungu kesayanganku.
Ketemu, 7 panggilan tak terjawab dengan sebuah pesan sudah muncul di layar handphone ku. 6 panggilan dari Arifah dan 1 panggilan dari Ayu adiknya Denis. Ku buka pesan teks itu yang juga dari Arifah.
From: Arifah
Number: 081387******
Kamu dimana? Berulang kali aku hubungi kenapa kamu tak menjawabnya? Bahkan kamu merejectnya. Hari ini jangan pedulikan masalah kita yang telah lalu. Semua sudah berakhir. Tak ada lagi yang harus kita bicarakan.
Kamu dimana? Kenapa kamu gak datang ke rumah sakit? Apa kamu gak tau. Pagi tadi ketika ia pulang dari rumahmu, ia mengalami kecelakaan. Sebuah mobil box menabraknya, kepalanya mengalami pendarahan hebat! dokter bilang dia tak dapat diselamatkan! dimana kamu saat dia membutuhkanmu?
Dia telah meninggal! meninggal!!! dimana kau saat ia membutuhkanmu?
Aku terdiam, air mata ku membanjiri wajahku… kaku, tubuh ini terasa kaku. Serasa ribuan jarum menusuk tubuhku. Bahkan tanganku tak mampu menggenggam Handphone ku lagi.
“BOHONG!!!” teriakku.
“Pasti semua itu bohong, Denis bersama ku hari ini..” teriakku seraya meneteskan air mata.
“Tadi ia menggandeng tanganku, tadi ia mengusap air mataku, tadi ia membersihkan bibirku. Gak mungkin!!! gak mungkin…”
Aku mulai depresi dan berbicara sendiri, gak mungkin Denis pergi!! dia bersama ku hari ini. Tak pernah ku fikirkan semua kebahagiaan yang ku rasakan hari ini adalah ucapan perpisahanku dengannya.
Aku berlari menerjang derasnya hujan, air mataku kini tak tampak ia menyatu bersama tangisan langit kelabu. Berlari seakan tak punya tujuan, berharap bisa melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya.
“Denis, kamu sudah berjanji… untuk selalu menghapuskan air mata di pipiku..”
Kini, Denis tak ada di sampingku untuk menepis air mataku. Hanyalah hujan yang terus menerpa wajah ini dan menutupi luka yang menganga karena kepergiannya.
“Tiittt… tiiittt… tiiittt….” Suara jam weker membangunkanku.
Tersentak aku, dari mimpi gilaku yang membuat jantungku berdegup begitu cepatnya…!!
“Mimpi… tadi itu cuma mimpi..” ucapku.
Nafasku masih tak teratur dan aku mulai takut, “Cup cake!!” sentakku. Ku palingkan wajahku menuju jam weker ku.
Deg.. deg.. deg… deg… Jantungku semakin kacau berdetak. Ada disana.. Cup cake dengan krim strawberry besertakan secarih kertas di sampingnya.
Ku buka dengan rasa penuh ketakutan
Good morning Princess Cup cake
Secepat angin, segera ku bangkit dari kasurku dan melesat menuju pintu depan rumah ku. Tanpa pamit segera aku pergi berlari menggunakan piama ungu berhiaskan puluhan gambar Cup cake kecil dengan buah berry di atasnya.
Kaki ku tak lagi merasa sakit, walau tak mengenakan alas kaki seraya berlari. Fikiranku melayang, air mataku berlinang. “Denis…” ucapku pelan berulang kali.
Isak tangis mengiringiku berlari, berlari menuju rumah Denis yang hanya berjarak 3 block dari rumahku, orang-orang yang melihatku pasti terheran-heran. Melihat seorang gadis menggunakan piama, tak beralas kaki dan menangis berlari terburu-buru mengejar ketakutan terbesarnya.
Tiba ku di depan rumah Denis dan segera ku membunyikan Bell, Sosok lelaki gagah keluar dan terheran-heran melihat ku yang berantakan seperti ini. Segera ku terjang tubuh tegapnya, ku peluk, ku dekap dan air mataku membasahi kaos putihnya.
“Kamu kenapa?” tanyanya heran dan membalas pelukanku.
“Kamu gak boleh pergi… kamu gak boleh pergi..” jawabku dipenuhi isak tangis.
“Siti… aku akan selalu ada… selalu ada untuk mengusap setiap air mata ini..” katanya seraya mencium rambut ku yang masih lusuh.
Seketika aku teringat kata-kata itu, kata-kata yang juga dia ucapkan di dalam mimpiku. Namun kali ini aku tak akan membiarkannya sama, tak akan ku biarkan dia pergi meninggalkanku. Aku ingin selalu dia ada untuk mengusap air mataku.
Cerpen Karangan: Rauufy Hamdennirieza
Blog: http://gre-art-stp.blogspot.com
=============================================
Cerpen Karangan: P. Baradhatu
Source : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-romantis/menuduh-hujan.html
Malam ini hujan mengguyur seluruh tubuhku, Tahukah kau aku mengigil kedinginan di sini, sambil menunggu sebuah kata yang masih kau tahan dalam mulutmu, walau sebenarnya aku tahu apa yang kau ingin katakan, aku lihat itu dari matamu, aku pun tau kau tak sanggup mengatakannya.
Kau ingin tinggalkan semua cerita cinta yang dulu sempat kita rangkai bersama. Aku hanya bisa menitikkan Kristal- Kristal bening yang menyatu dengan rintik hujan ini, rasanya mataku pun sudah pedih.
Dia belai rambutku namun ia tetap membisu, di rengkuhnya tubuhku masuk dalam dekapannya, terdengar jelas degup jantungnya di telingku, akhirnya dia berbisik lirih tapi sangat jelas di telingaku.
“Santy maafkan aku, kini akhiri saja semuanya di sini”
Aku pun tak banyak kata, aku hanya diam terpaku dan hingga akhirnya ia tinggalkan aku disini bersama hujan.
Sampai Dimas menghilang dari pandanganku, aku masih tetap diam terpaku tak bergerak, hingga akhirnya aku melihat ada cahaya lampu mobil menghampiriku dan dia berhenti tepat di depan ku, pintu mobil pun terbuka dan turunlah sesosok pria keluar dari mobil itu. Wajahnya tersamar dari pandanganku karena mata dan wajahku basah oleh air mata bercampur air hujan, pria itu lalu mendekatiku, tapi tampaknya aku kenal dengannya.
“hai Santy ngapain kamu di sini, sendiri lagi. mana hujan, becek, gak ada ojek lagi” pria itu menjoba bercanda.
Aku tetap diam dan bertanya dalam hati siapakah sosok pria yang menghampiriku ini.
“hemmm, siapa ya…?” aku mengerutkan dahi
“duh, Santy ini aku Kalam, hemmm teman SMA mu dulu”
“oh, maaf aku lupa, hujan membuatku rabun tampaknya” jawabku datar
“bukan hujan, tapi tangismu, matamu merah, kau habis nangis ya?”
“hemmm gak, hujan yang membuat mataku merah”
“bukan hujan tapi pria tadi yang buatmu nangis, aku melihatnya dari tadi San”
Aku pun diam sudah tak bisa menyangkal
“sudah kau sudah banyak menyalahkan hujan, ayo masuk dalam mobil, biar ku antar pulang” ucapnya lagi.
“baiklah, maafkan aku hujan, aku sudah menfitnahmu” kataku bersungguh-sungguh pada hujan
“kau masih gila seperti dulu, berbicara pada hujan” senyumnya sambil mengendarai mobilnya
“oh… ya, tapi aku tak seperti dulu lagi, Yang mudah dapatkan arti kesetiaan.”
“hahaha kamu ini” kalam tertawa lepas
Kami pun bercerita kesana-kemari mengingat masa lalu cerita masa SMP, sungguh aku rindu dengan masa itu.
Tak terasa kami telah sampai, sebenarnya aku ingin banyak mengobrol dengannya namun ini sudah malam. Jadi kami janjian besok sore jam 5 dia akan menjemputku.
Jujur sebenarnya dulu Kalam adalah gebetan aku, yang mungkin ku fikir mustahil untuk ku dapatkan, dan kini tak sangka dia datang pada waktu yang tepat, semoga dia akan menjadi pengganti Dimas, sekelumit doa terselip di relung hatiku.
Waktu yang ku tunggu-tunggu pun telah tiba, Kalam membunyikan klakson mobilnya, dengan cepat aku membuka pintu dan menghampirinya.
“hai Kalam” aku mengetuk pintu jendela mobil dan dia pun mebuka kaca jendela.
“hai San, ayo masuk” ramahnya, membuat jantungku makin berdetak.
Kami pun pergi tinggalkan rumah, Kalam membawaku pada sebuah tempat yang menurut ku menakjubkan ini sungguh indah, aku melihat matahari terbenam sempurna dan disini bersama Kalam, sungguh memang sempurna menurutku.
Tiba-tiba dia menyentuh tanganku membuat jantungku makin berdebar aku sangat bahagia sore itu, seperti aku terbang ke langit jingga ini.
“San kamu tau gak”
“apa?” entah mengapa jantungku semakin berdebar semua kurasa seperti mimpi. Namun tiba-tiba hujan turun dengan tiba-tiba sepertinya dia tak suka dengan apa yang kami lakukan ini. Kami pun bergegas memasuki mobil dan pulang.
Kalam mengantarku pulang lagi. Dan sampailah di depan gerbang rumah.
“Kalam Masuk yu!”
“oh… gak makasih, ya udah aku pulang dulu ya”
“hah ehmmm oh iya daaa” aku melambaikan tangan hingga mobil pun tak tampak dalam pandangan. Aku merasa kecewa gara-gara hujan membatalkan acara kami.
“uh dasar kau hujan, tadi hujan besar sekarang reda apa kamu gak bisa lihat aku bahagia” marah ku pada hujan. Dan malah dibalas dengan suara petir yang keras, hingga buatku takut dan bergegas lari ke dalam.
Setelah kejadian itu kami sudah tak bertemu lagi. Aku punya nomor teleponnya, ingin sekali aku telepon, namun sungguh gengsi rasanya bila cewek duluan yang telapon. Dari tadi aku hanya mondar-mandir, pikiranku dihantui oleh dua hal yang akan aku lakukan. Aku telepon Kalam atau menunggu sampai dia telephon. Tiba-tiba HPku berdering tanda ada SMS masuk, ku lihat di layarnya tertulis kalam, ada pesan dari kalam, aku tak sabar untuk membukanya,
“San ni aku kallam Keluar yu”.
Dan aku pun mengiyakan, katanya juga setengah jam lagi dia telah sampai ke rumahku, namun tampaknya hujan kan turun lagi mengganggu kebahagiaan ku bersama kalam, namun kalam tetap saja memaksa keluar.
“ayolah San kita pergi!” bujuknya padaku manis.
“kayaknya mau hujan Lam” keluhku
“memang kenapa kalau hujan?” ia bertanya lagi.
“duh hujan itu selalu ganggu aku kalau aku mau senang-senang”
“apa, jadi kamu seneng jalan sama aku” ia menggoda ku hingga muka ku merah seperti kepiting rebus.
“gak maksudku, kita kan mau pergi…” aku mencoba mengelak, aku jadi salah tingkah.
Kalam mengerlingkan matanya menunggu jawabanku.
“ah tau ah ribet” jawabku sekenanya.
“ya udah yuk kita berangkat, kan kita pakai mobil, jadi kenapa takut” ia membujukku dengan lembut.
Aku jadi teringat masa SMA dulu, kalam yang ku kenal dulu adalah kalam yang angkuh dan sombong, tapi sekarang amat berbeda.
“hai… ayo,” kalam menarik lenganku.
Aku sudah tak bisa berbicara apa-apa, aku hanya bisa menuruti bujukannya.
Aku dibawanya pada tempat yang kemarin di sebuah taman.
“sekarang gak bisa lihat matahari terbenam ya…” ucap Kalam manis.
“iya… berkat hujan, uh makasih hujan” kesalku pada hujan lagi.
“mengapa kau benci hujan, baiklah aku akan buat kau suka hujan”
Aku menatapnya bingung, entah telingaku yang salah atau memang otakku yang lemot sulit mencerna apa yang ia maksud.
“ayo kita tunggu hujan” lanjutnya yang membuatku semakin binggung.
Tak berapa lama hujan turun membasahiku dan kalam, tak fikir panjang aku berniat berlari memasuki mobil, tapi Kalam malah meraih tanganku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
“santy aku mau ngomong tulus dari lubuk hatiku, aku sayang kamu dan biarkanlah Hujan yang kau benci ini menjadi saksinya… dan kamu mau gak aku kini yang mengisi hatiku” ucap Kalam dengan tatapan matanya yang lembut, jujur saja aku yang selalu suka sorot mata indah itu.
Entah mengapa hatiku ingin berterimakasih pada hujan, aku tak menjawab dengan lisan, aku hanya mampu anggukkan kepala, kemudian semuanya hening, hanya suara air hujan yang menetes di atas dedaunan, Tak lama kemudian hujan berhenti dan tampak warna-warna indah di langit.
“itu pelangi” telunjuk Kalam mengacung pada sebuah Garis melengkung berwarna.
“oh yaaa, entah mengapa aku jadi suka hujan” pandanganku masih tertuju pada pelangi.
“ya berhasil dong aku” ia menatapku tanjam namun mataku tetap tertuju pada pelangi.
“itu berkat kau, yang menghapus lukaku di masa lalu, dan berkat Hujan pelangi mewarnai langit bukan” aku manatap Wajahnya, terlukis sebuah senyuman yang mampu berulang kali membuat ku Hanyut.
“jadi kau tak akan benci hujan lagi kan” kami tetap saling bertatapan
Aku pun menggeleng pelan, lalu ku genggam erat tangan Kalam.
“kamu tau gak Lam” ucapku sambil terus menatap sosok tampan ini.
Ia mengerlingkan matanya sambil mengerutkan dahinya, hingga seperti ukiran.
“aku kedinginan tau…”
“ohhh dasar” ia mencubit pipiku kecil.
“sakit tau” ku balas mencubit perutnya.
Ia berlari menjauh sambil tergelak.
“mau kemana Lam”
“beli minuman hangat, tunggu sebentar yaaa Say”
Suasana pun menjadi hening, ku tatap lagi pelangi di depanku yang membentuk lengkungan, sekarang aku menyukai hujan, karena tak selamanya hujan memberi kegelapan dan dibalik hujan akan memberi warna dalam kehidupan.
Terimakasih Hujan…!!!
Cerpen Karangan: P. Baradhatu
Facebook: Prasasti.baradhatu[-at-]facebook.com
=============================================
Itulah Kumpulan Cerpen Cinta Romantis, semoga menjadi suatu sinergi kita untuk menjalani hidup dengan cinta, dan semoga semakin mencintai pasangan maupun apapun yang kita sayang selain manusia dan benda. Baca juga definisi dan pengertian cerpen.